Minggu, 20 November 2011

Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin

Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin

 

Jumat, 27 Agustus 2010

Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin

Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin 
Sebagai orang islam kita harus bisa membedakan antara apa itu Muslim, Mu'min dan Muttaqin, disini saya akan menerangkan sedikit tentang Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin 

Seorang muslim artinya orang yang telah berpasrah diri, dalam hal ini berpasrah kepada Tuhan, tetapi dalam rangking manusia ber­kualitas, seorang yang baru pada tingkat muslim berada pada tingkatan terendah. Karakteristik seorang muslim adalah seorang yang telah meyakini supremasi kebenaran, berusaha untuk mengikuti jalan kebe­naran itu, tetapi dalam praktek ia belum tangguh karena ia masih suka melupakan hal-hal yang kecil. Sedangkan seorang yang sudah mencapai kualitas  

mukmin adalah seorang muslim yang sudah istiqamah atau konsisten dalam berpegang kepada nilai-nilai kebenaran, sampai kepada hal-hal yang kecil. Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa iman itu mem­punyai tujuhpuluh cabang, artinya indikator seorang mu'min itu ada tujuhpuluh variabel.

Di antara tujuhpuluh indikator itu antara lain; (1) seorang mukmin hanya berbicara yang baik, (2) jika mendapati sesuatu yang mengganggu orang lewat ketika ia melewati suatu jalan maka ia tidak akan meneruskan perjalanannya sebelum menyingkirkan se­suatu yang mengganggu itu, (3) merasa sependeritaan dengan muk­min yang lain, dan sebagainya. Sedangkan  

Muttaqin adalah orang mukmin yang telah menjiwai nilai-nilai kebenaran dan allergi terhadap kebatilan. Seorang muttaqin adalah orang yang setiap perbuatannya sudah merupakan perwujudan dari komitmen iman dan moralnya yang tinggi. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral.
adapula Muttaqin adalah orang yang bertaqwa atau orang yang memelihara diri dengan menjalankan semua perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Pekerjaannya dinamakan taqwa.


Sikap Muslim Terhadap Penguasa

Pada kajian Riyadhus Shalihin ini, akan dibahas bab mengenai sikap kita terhadap pemimpin, penguasa atau pemerintah. Silahkan menyimak.


Bab 80. Wajibnya Ta’at Kepada Ulil Amri Dalam Hal Yang Selain Maksiat Dan Haramnya Ta’at Kepada Mereka Dalam Hal Maksiat
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 59)
Ibnul Qayim Al-Jauziyah berkata:
Telah sepakat para sahabat untuk kembali kepada Allah (kitab-Nya) dan kepada Rasul SAW (ketika masih hidup) dan kepada sunnah (keika rasulullah SAW sudah wafat). Maka orang-orang yang beriman wajib untuk mengembalikan urusan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya (Al-Ahkam ‘Ala Masalatis Sama’)
Menarik perhatian kita bahwa Allah telah mengulang fa’il yakni “… ta’atilah Allah dan taatilah rasul …” maka itu berarti apa-apa yang telah ditetapkan Allah, maka pada hakekatnya itulah juga merupakan ketetapan Rasul-Nya. Demikian juga, apa-apa yang ditetapkan oleh Rasul, pada hakekatnya itu juga merupakan ketetapan dari Allah. Maka dari itu, wajib hukumnya untuk ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dalam segala sesuatu. Dan ini merupakan kewajiban yang mutlak. Sedangkan ta’at kepada ulil amri tidak mutlak, hanya kepada hal-hal yang selain dari maksiat, sebagaimana judul bab yang dibawakan oleh Imam Nawawi.
Beberapa macam pengertian Ulil Amri menurut para ulama’. Ulil amri = para penguasa, pemimpin. Ada lagi yang bilang ulil amri = para fuqaha’. Keduanya dapat dimasukkan kedalam arti ulil amri.

Hadits No. 663
Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Seorang muslim wajib ta’at terhadap pemerintahnya, baik dalam hal yang disenangi atau dibenci, kecuali jika menyuruh berbuat maksiat. Maka jika pemerintah menyuruh demikian tidak perlu didengarkan ataupun ditaati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid hadits:
  1. Wajibnya mengikuti Imam (pemimpin) dalam segala perkara, apakah itu kita sukai ataupun kita benci
  2. Tidak boleh ta’at dalam berbuat ma’siat.

Hadits No. 664
Dari Ibnu Umar ra ia berkata “Sewaktu kami bai’at kepada rasulullah SAW dalam tunduk dan taat kepada beliau , lalu beliau SAW bersabda: “Dalam batas kemampuan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid hadits:
  1. Wajibnya bai’at kepada imam (pemimpin) kaum muslimin, untuk selalu mendengar dan ta’at
  2. Ketaatan itu dasarnya kemampuan
  3. Wajib atas ulil amri untuk berlaku lemah lembut kepada rakyatnya
  4. Bolehnya mengajarkan tentang tata cara bai’at